repost tulisan lama...
TAHUN BARU HIJRIYAH, MOMENTUM PENINGKATAN TAKWA
oleh:
Dwi Sukmanila Sayska*
Perputaran
waktu terus bergulir seiring pergantian siang dan malam yang menjadi sunatullah
di alam raya ini. Tanpa terasa kita telah sampai lagi ke bulan Muharam, bulan
pertama dalam perhitungan kalender hijriyah.
Kedatangan
bulan Muharram ini, dapat kita jadikan sebagai salah satu momentum, untuk
kembali bertafakur dan bermuhasabah, mengevaluasi hari-hari yang telah berlalu dan
merancang target-target baru untuk hari mendatang.
Karena,
semakin lama kita menghabiskan umur kita di dunia, berarti semakin dekat dengan
kehidupan yang sesungguhnya, yaitu akhirat nan abadi. Sebagaimana firman Allah
swt: Dan tidaklah kehidupan dunia ini
melainkan hanyalah senda gurau dan permainan belaka; dan sesungguhnya negeri
akhirat itu ialah kehidupan yang sebenar-benarnya; kalaulah mereka mengetahui. (QS. Al-Ankabut: 64).
Ayat
ini menunjukkan bahwa kehidupan dunia dengan segala gemerlapan dan
keindahannya, tidak berarti apa-apa jika dibandingkan dengan kekekalan
kehidupan akhirat. Dunia hanyalah
panggung sandiwara dimana setiap manusia memainkan peran masing-masing
untuk melihat siapa yang terbaik di antara mereka. Dan hari pembalasan
itu adalah di akhirat sana, ketika setiap diri akan menerima apa yang pernah
mereka usahakan di dunia.
Mari
kita renungkan ungkapan Rasulullah saw suri teladan kita, ketika suatu
hari beliau bangun dari tempat pembaringannya, dan Abdullah bin Mas’ud melihat bekas
jalur-jalur tikar di punggungnya. Ini
kerana tikar alas tidur Rasulullah saw dibuat dari daun kurma kasar. Timbullah
rasa kasihan di hati Abdullah bin Mas’ud, lalu ia berkata: “Ya Rasulullah seandainya engkau
perintah aku untuk mencari tikar yang lembut untukmu, maka aku akan berusaha
mendapatkannya”.
Tetapi
Rasulullah saw bersabda: “Bagiku berada di dunia ini ibarat seorang
yang berjalan di tengah panas, lalu singgah sebentar berteduh di bawah sepohon
kayu yang rindang, setelah istirahat sejenak untuk menghilangkan lelah, maka
dia beranjak meninggalkan pohon rindang itu dan meneruskan perjalanan”. (HR.
Tirmizi)
Demikianlah
Rasulullah mengumpamakan dunia ini, bahwa disini kita hanya sekedar singgah
sebentar, untuk kemudian melanjutkan perjalanan yang teramat sangat panjang di
akhirat.Ibnu Qayyim al-Jauziyah juga menggambarkan, bahwa lamanyaperjalanan hidup yang kita lalui ibarat es yang
mencair. Sungguh sangat singkat bila dibandingkan dengan
keabadian yang akan kita hadapi sesudahnya. Maka sangatlah merugi apabila
perjalanan hidup yang singkat ini justru berlalu dengan kesia-siaan belaka.
Tanpa harga, tanpa makna, tanpa cita-cita. Hingga tiada bekal memadai untuk
mengarungi kehidupan hakiki di akhirat nanti.
Lalu
bekal apa yang mesti kita persiapkan di dunia untuk menuju kehidupan abadi
tersebut? Dengan hartakah? Pangkatkah? Gelarkah? Atau keturunankah? Tentu saja
bukan, sebab Allah Maha Kaya, Maha Berkuasa, Maha Suci lagi Maha Tinggi.
Allah
telah mengingatkan kita semua dalam firman-Nya:
Artinya: “Berbekallah,
dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai
orang-orang yang berakal” (QS.
Al-Baqarah: 197)
Dan
Allah Swt berfirman dalam surat Al-Hasyr:
Artinya: “Hai
orang-orang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat) dan
bertakwalah kepada Allah sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan”. (QS.
Al-Hasyr: 18)
Bekal
yang harus kita persiapkan tiada lain dan tiada bukan hanyalah takwa, karena
takwa adalah sebaik-baik bekal dan persiapan. Sungguh naïf jika seorang tidak
menyiapkan bekal apa-apa padahal dia sadar betapa panjang dan penuh
rintangannya perjalanan yang akan dia hadapi di akhirat nanti. Hendaknya, dalam
kehidupan yang sekejap ini, kita telah menyiapkan bekal ketakwaan yang cukup
sehingga kehidupan akhirat menjadi lebih baik. Sebagaimana firman Allah swt:
”Dan
tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan
sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka
tidakkah kamu memahaminya?” (QS Al-An’aam ayat 32)
Rasulullah
Saw dalam sabdanya juga banyak mewasiatkan ketakwaan kepada para sahabat dan
umatnya. Di antaranya adalah dalam khutbah haji wada’, Abu Umamah al-Bahili
meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Bertakwalah kepada Allah Tuhanmu, shalatlah
lima waktu, berpuasalah pada bulanmu, bayarlah zakat hartamu, taatilah
pemimpinmu, maka kamu akan masuk surga Tuhanmu.” (HR. At-Tirmidzi 1/190)
Mu’az
bin Jabal juga meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda: “Bertakwalah
kamu kepada Allah di mana pun kamu berada, timpalilah keburukan dengan kebaikan
niscaya ia akan dapat menghapusnya dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang
baik.” (HR.
At-Tirmidzi No. 1987, HR. Ahmad 5/153 dan al-Hakim 1/54).
Demikian
pentingnya nilai ketakwaan agar wujud dalam diri seorang mukmin, sehingga Allah
dan Rasul-Nya sangat menekankan hal tersebut dan menjadikannya sebagai syarat
utama keselamatan di akhirat nanti. Lantas, bagaimanakah hakikat takwa itu yang
sesungguhnya?
Takwa secara bahasa artinya adalah al-shiyanah yaitu memelihara, al-hadzru yaitu hati-hatidan al-wiqayah waspada dan menjaga.
Sedangkan
secara istilah takwa berarti menjaga diri dari murka dan azab Allah dengan
tunduk kepada-Nya, melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Para
sahabat dan ulama terdahulu, telah memberikan pengertian yang cukup jelas
tentang hakikat takwa dalam jiwa seorang mukmin. Diantaranya, dalam kitab Fathul Qadir karya al-Syaukani dikisahkan, Khalifah
Umar bin Khattab pernah
ditanya tentang takwa, beliau menjawab, “Apakah engkau pernah melalui jalan
yang banyak bertaburan duri?”. “Ya pernah” jawab si penanya. “Maka apa yang
kamu lakukan?” Umar kembali bertanya. Penanya menjawab, “Saya akan berjalan
dengan berhati-hati”. Lantas Umar berkata, “Seperti itulah takwa”.
Hasan
al-Basri berkata: “takwa adalah
berhati-hati terhadap yang diharamkan Allah dan melaksanakan kewajiban yang
telah diperintahkan-Nya”. Dan Mujahid berkata: “Takwa kepada Allah artinya,
Allah harus ditaati dan pantang dimaksiati, selalu diingat dan tidak dilupakan,
disyukuri dan tidak dikufuri.”
Dalam
tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa yang dimaksud
sebenar-benarnya takwa adalah selalu taat kepada Allah dan berusaha untuk tidak
berbuat maksiat, selalu berdzikir kepada Allah dan segera bertaubat, serta
selalu bersyukur atas segala anugrah Allah. Sayyid Sabiqdalam kitabnya “Islamuna” menerangkan bahwa takwa
bermuatan keyakinan (akidah), pengabdian (ibadah), akhlak (adab) dan berbagai kebajikan (al-bir). Lebih lanjut dia
mengatakan bahwa orang yang berhak menyandang sebutan “muttaqin” hanyalah orang yang
mampu menahan dan mengendalikan hawa nafsu dan menjauhi semua hal-hal yang syubhatserta
berani berjihad di jalan Allah. Sedangkan menurut Sayyid Qutub dalam tafsirnya—Fi Zhilal
al-Qur`an—takwa adalah kepekaan hati, kehalusan perasaan, rasa khawatir yang
terus menerus dan hati-hati terhadap semua halangan dalam kehidupan.
Jadi, esensi takwa adalah menghadirkan keagungan Allah
swt di dalam hati dan merasakan kebesaran dan keMahaan-Nya, kemudian merasa
takut terhadap murka-Nya sehingga berusaha sedaya upaya menjauhi segala
larangan-Nya. Dengan demikian,
takwa bukan sekedar menjauhi dosa-dosa besar saja, tapi mencakup semua
penyelewengan dan penyimpangan meski itu hanya kecil. Layaknya pendaki gunung
yang tinggi, mereka tidak terlalu takut dengan ancaman batu-batu besar, karena
batu-batu besar mudah dihindari. Mereka jauh lebih takut kepada kerikil-kerikil
kecil yang masuk tanpa disadari ke dalam sepatu, sehingga kaki akan menjadi
luka dan menyebabkan cedera parah di ketinggian gunung yang bersuhu rendah.
Begitu pula seorang yang berusaha untuk menggapai derjat takwa, ia bukan
hanya takut dengan dosa-dosa besar, namun ia lebih takut dengan dosa-dosa kecil
yang kemudian berpeluang menggelincirkannya pada kemudharatan.
Di
dalam Al-Qur’an, Allah telah memberikan gambaran tentang indikasi ketakwaan
dalam diri seorang mukmin, agar kita mengetahui ciri-cirinya sehingga kita dapat
mengevaluasi dan mengukur diri sendiri, sudahkah kita berada
dalam derjat muttaqin atau minimal berusaha
menggapainya. Antaranya indikasinya adalah:
Beriman
kepada perkara yang ghaib (QS Al-Baqarah: 3)
Iman
kepada yang ghaib mencakup keimanan terhadap semua berita yang disampaikan
Allah dalam al-Quran dan melalui lisan Rasul-Nya, tentang hari kiamat dan
kehidupan akhirat dengan segala fase-fasenya. Keyakinan akan adanya kiamat dan
hari akhirat inilah yang menjadikan orang yang bertakwa senantiasa menjaga
dirinya di dunia, agar selamat di akhirat kelak.
Menegakkan
shalat (QS Al-Baqarah : 3 dan 177)
Shalat
adalah sarana untuk mengingat Allah secara kontinyu, yang menjadi pembeda
antara orang mukmin dengan kafir. Allah telah menetapkan waktu-waktunya bagi
kita, dan memerintahkan untuk tidak melalaikannya. Menegakkan shalat bagi orang
yang bertakwa tidaklah semata-mata demi menggugurkan kewajiban, akan tetapi
lebih dari itu, ia merupakan komunikasi dengan Allah yang bersumber dari
kekhusyukan, yang berimplikasi tercegahnya diri dari perbuatan keji dan munkar.
Mengeluarkan
zakat dan infaq (QS Al-Baqarah : 3, 177; Ali Imran : 134; Al-Zariyat : 19)
Bagi
orang yang bertakwa, anugrah harta yang Allah berikan adalah salah satu sarana
untuk semakin dekat dengan-Nya. Ia sadar betul bahwa dalam harta yang
dititipkan kepadanya, terdapat hak-hak orang lain, sehingga ia tidak akan
merasa berat untuk menginfakkan sebagian hartanya baik ketika rizkinya lapang
maupun ketika sempit.
Banyak
mengingat Allah dan gemar bertaubat (QS Ali Imran : 135; QS Al-Zariyat: 17, 18)
Orang
yang bertakwa pasti banyak mengingat Allah di setiap waktu, dalam segala
keadaan. Ia mengingat Allah dengan segenap anggota badannya: dengan hati, lisan
dan gerak-gerik organ tubuhnya. Ia juga senantiasa memperbaharui taubatnya dan
memperbanyak istighfar terutama di waktu sahur/sebelum subuh, sehingga ia tidak
berlarut-larut dalam kesalahan.
Menunaikan
janji dan amanah (QS Al-Baqarah : 177)
Orang
yang bertakwa jauh dari sifat melanggar janji dan mengkhianati amanah, yang
merupakan sifat orang munafik. Adapun janji dan amanah yang paling agung adalah
kesediaan dan kerelaan untuk beribadah kepada Allah, Rabb semesta alam. Ia juga
selalu berusaha untuk menepati janji terhadap sesama manusia serta menunaikan
amanah yang diembankan kepadanya.
Bersikap
adil dalam segala urusan (QS Al-Maidah : 8)
Adil
berarti menempatkan sesuatu pada tempatnya, tidak mengurangi proporsi satu hak
dengan melebihkan yang lainnya. Termasuk adil terhadap diri sendiri, dengan
memberikan hak jasmani dan rohani sebagaimana mestinya. Keadilan juga harus
diterapkan kepada semua manusia, sehingga kebencian pada seseorang atau suatu
kaum tidak menghalangi berlaku adil kepadanya.
Bersabar
terhadap berbagai musibah yang menimpa dirinya (QS Al-Baqarah : 177)
Orang
yang bertakwa sadar bahwa semua yang ada di dunia adalah milik Allah dan pasti
akan kembali kepada-Nya. Ia tidak akan hanyut dalam kesedihan jika diuji oleh Allah dengan suatu
musibah, namun menerima dengan lapang dada sembari menguak hikmah-hikmah Allah
dibalik semua peristiwa. Malah ia menjadikan ujian sebagai batu
loncatan meningkatkan kecintaan kepada Allah, Penggenggam alam semesta ini.
Pandai
menahan amarah dan suka memaafkan (QS Al-Baqarah : 237; Ali Imran : 134)
Pengendalian
diri dan hawa nafsunya adalah ciri orang bertakwa. Ia tidak mudah terjerat
hasutan setan yang selalu mengobarkan amarah dan kebencian dalam jiwa bani
Adam. Disamping itu, orang yang bertakwa juga suka memberikan maaf kepada orang
lain yang berbuat kesalahan kepadanya, bahkan sebelum orang tersebut meminta
maaf kepadanya.
Berdasarkan
beberapa ciri di atas, jelaslah bahwa orang yang bertakwa selalu
berusaha sungguh-sungguh berada dalam ketaatan kepada Allah secara menyeluruh,
baik dalam perkara wajib maupun sunnah, berupaya meninggalkan
kemaksiatan serta menghindarkan diri dari perkara yang tidak bermanfaat karena khawatir
terjerumus ke dalam dosa. Semua inilah yang harus kita
tingkatkan di hari-hari mendatang, agar waktu yang masih tersisa dalam setiap
hembusan nafas kita, menjadi bekal berharga untuk mengarungi kehidupan abadi di
akhirat nanti.
Namun
yang tidak kalah penting adalah, terdapat banyak sekali hadiah
yang dijanjikan Allah dalam Al Qur’an bagi orang-orang yang bertakwa, bukan hanya keselamatan di akhirat
namun juga kepalangan hidup di dunia. Diantaranya, adalah:
1. Mendapatkan
keselamatan dari bencana dan mendapatkan rezeki dari tepat yang tak
terduga-duga. Inilah yang
dijanjikan dalam firman Allah:
Artinya: Siapa
yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar,
dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan Siapa yang
bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.
Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya
Allah telah Mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. (QS Al-Thalaq 2-3)
1. Allah
memberikan furqan yang dapat membedakan antara yang haq dan yang batil.Sebagaimana Allah
janjikan dalam firman-Nya:
Artinya: Hai
orang-orang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, Kami akan memberikan
kepadamu Furqan dan Kami akan jauhkan dirimu dari kesalahan-kesalahanmu, dan
mengampuni (dosa-dosa)mu, dan Allah mempunyai karunia yang besar. (QS Al-Anfal 29)
1. Mendapat
kecintaan Allah,
seperti dijelaskan dalam firman-Nya:
Artinya: Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bertakwa. (QS Al-Taubah 7)
1. Menjadi
yang termulia disisi Allah. Hal ini dijelaskan
dalam firman-Nya:
Artinya: Hai manusia,
Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan
dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
lagi Maha Mengenal. (QS
Al-Hujurat 13)
1. Takwa
menjadi sebab kesuksesan dan keberuntungan. Hal ini ditegaskan
Allah dalam firman-Nya:
Artinya: Dan siapa
yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa
kepada-Nya, Maka mereka adalah orang- orang yang mendapat kemenangan.(QS
Al-Nur 52)
1. Menjadi
wali Allah dengan dasar firman
Allah:
Artinya: Sungguh
wali-waliNya hanyalah orang-orang yang bertakwa; tetapi kebanyakan mereka tidak
mengetahui. (QS
Al-Anfal 34)
1. Allah
menjadi wali/pelindung orang yang bertakwa. Sebagaimana difirmankan
Allah:
Artinya: Sesungguhnya
mereka sekali-kali tidak akan dapat menolak dari kamu sedikitpun dari siksaan
Allah. dan Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu sebagian mereka menjadi
penolong bagi sebagian yang lain, dan Allah adalah pelindung orang-orang yang
bertakwa. (QS
Al-Jatsiyah 19)
1. Dijaga
dari para musuhnya,
sebagaimana difirmankan Allah:
Artinya: Jika kamu
memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat
bencana, mereka bergembira karenanya. jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya
tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu.
Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan. (QS Ali-Imran: 120)
1. Mendapatkan
bantuan dari Allah,
seperti dijelaskan dalam firmanNya:
Artinya: Sesungguhnya
Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. (QS Al-Nahl 128)
1. Takwa
menjadi sebab mendapatkan berkah, seperti dalam janji
Allah pada firmanNya:
Artinya: Jikalau
sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka
mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan
perbuatannya.(QS Al-A’raf 96)
1. Amalannya
diterima Allah, sebagaimana dalam
firman Allah:
Artinya: Ceritakanlah
kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang
sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, Maka diterima dari salah
seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil).
ia berkata (Qabil): “Aku pasti membunuhmu!”. berkata Habil: “Sesungguhnya Allah
hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa”. (QS Al-Maidah 27)
1. Selamat
dari adzab Allah di neraka. Ini dijanjikan dalam firman-Nya:
Artinya: Dan tidak
ada seorangpun dari padamu, melainkan mendatangi neraka itu; hal itu bagi
Tuhanmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan; kemudian Kami akan
menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang zalim
di dalam neraka dalam keadaan berlutut. (QS Maryam 71-72)
1. Tidak
merasa takut, berduka dan selalu bahagia didunia dan akherat serta mendapatkan
kemenangan agung.
Berdasarkan firman Allah:
Artinya: Ingatlah,
Sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan
tidak (pula) mereka bersedih hati. (yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka
selalu bertakwa. bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan
(dalam kehidupan) di akhirat. tidak ada perobahan bagi kalimat-kalimat
(janji-janji) Allah. yang demikian itu adalah kemenangan yang besar. (QS Yunus 62-64)
1. Dimudahkan
urusannya didunia dan akherat, sebab Allah jelaskan hal ini dalam firmanNya:
Artinya: Barangsiapa
yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam
urusannya. (Al-Thalaq
4)
1. Dihapuskan
dosa dan kesalahannya sebagai anugerah Allah atas ketakwaannya. Allah berfirman:
Artinya: Itulah
perintah Allah yang diturunkan-Nya kepada kamu, dan Siapa yang bertakwa kepada
Allah, niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipat
gandakan pahala baginya. (QS
Al-Thalaq 5)
Dan
firmanNya: Artinya: Dan Sekiranya ahli kitab beriman dan
bertakwa, tentulah Kami tutup (hapus) kesalahan-kesalahan mereka dan tentulah
Kami masukkan mereka kedalam surga-surga yang penuh kenikmatan. (QS Al-Maidah 65)
1. Mendapatkan
syurga-syurga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai. Ini dijanjikan
dalam firman-Nya:
Artinya: Akan tetapi
orang-orang yang bertakwa kepada Tuhannya, bagi mereka surga yang mengalir
sungai-sungai di dalamnya, sedang mereka kekal di dalamnya sebagai tempat
tinggal (anugerah) dari sisi Allah. dan apa yang di sisi Allah adalah lebih
baik bagi orang-orang yang berbakti.(QS Ali Imran 198)
Dan
firmanNya: Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu di
dalam taman-taman dan sungai-sungai, di tempat yang disenangi, di sisi
Tuhan yang berkuasa. (QS
Al-Qamar 54-55)
Demikianlah
keistimewaan yang dikhususkan bagi orang yang bertakwa kepada Allah. Semoga kita
mampu menempa diri meskipun letih dan tertatih, untuk meningkatkan kembali
ketakwaan dalam diri. Dan
perhitungan tahun baru ini, dapat menjadi ajang untuk membuka
lembaran baru dalam sejarah hidup kita yang singkat ini, dan
membangkitkan kembali semangat perjuangan memperbaiki diri. Dengan memulai hari
baru, juga bisa menjadi langkah awal ketaatan yang menyeluruh dalan setiap
perjalanan hidup kita ke depan. Karna, andai takwa itu tidak bersemayam dalam jiwa
sedikitpun, lalu bekal apa lagi yang bisa kita andalkan menghadap Allah di
akhir nanti.Wa’lLahu
a’lam bi al-shawab.
*Tulisan
ini pernah dimuat di buletin “Yasmin” FOKMA (Forum Komunikasi Muslimah
Indonesia di Malaysia) tahun 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar