Sabtu, 30 September 2017

Seminar HIMBA STAIN Takengon: Meraih Surga dengan Amalan di bulan Muharram

Himpunan Mahasiswa Prodi Bahasa Arab STAIN Takengon menggelar seminar bertajuk Menggapai Surga di bulan Muharram dalam rangka penyambutan mahasiswa baru tahun 2017/2018 sekaligus memanfaatkan libur tanggal merah Tahun Baru Hijriah 1439 H pada tanggal 21 September 2017 kemarin. Didapuk sebagai pembicara, saya menyampaikan materi setelah sambutan dari Ka. Prodi PBA. Mengambil tempat di ruang kelas gedung C kampus induk STAIN Takengon, acara yang dihadiri semua mahasiswa PBA dari semeseter 1 hingga semester 5 ini dimoderatori oleh mahsiswa semester 7 Fitri Ramadhani. Berikut ini ringkasan materi yang saya sampaikan, diolah dari berbagai sumber:

Menggapai Surga dengan Amalan di bulan Muharram

Kedatangan bulan Muharram ini, dapat kita jadikan sebagai salah satu momentum, untuk kembali bertafakur dan bermuhasabah, mengevaluasi hari-hari yang telah berlalu dan merancang target-target baru untuk hari mendatang. karena, semakin lama kita menghabiskan umur kita di dunia, berarti semakin dekat dengan kehidupan yang sesungguhnya, yaitu akhirat nan abadi. Sebagaimana firman Allah swt: Dan tidaklah kehidupan dunia ini melainkan hanyalah senda gurau dan permainan belaka; dan sesungguhnya negeri akhirat itu ialah kehidupan yang sebenar-benarnya; kalaulah mereka mengetahui. (QS. Al-Ankabut: 64).

Mari kita renungkan ungkapan Rasulullah saw suri teladan kita, ketika suatu hari beliau bangun dari tempat pembaringannya, dan Abdullah bin Mas’ud melihat bekas jalur-jalur tikar di punggungnya. Ini kerana tikar alas tidur Rasulullah saw dibuat dari daun kurma kasar. Timbullah rasa kasihan di hati Abdullah bin Mas’ud, lalu ia berkata: “Ya Rasulullah seandainya engkau perintah aku untuk mencari tikar yang lembut untukmu, maka aku akan berusaha mendapatkannya”. Tetapi Rasulullah saw bersabda: “Bagiku berada di dunia ini ibarat seorang yang berjalan di tengah panas, lalu singgah sebentar berteduh di bawah sepohon kayu yang rindang, setelah istirahat sejenak untuk menghilangkan lelah, maka dia beranjak meninggalkan pohon rindang itu dan meneruskan perjalanan”. (HR. Tirmizi)

Demikianlah Rasulullah mengumpamakan dunia ini, bahwa disini kita hanya sekedar singgah sebentar, untuk kemudian melanjutkan perjalanan yang teramat sangat panjang di akhirat. Ibnu Qayyim al-Jauziyah juga menggambarkan, bahwa lamanya perjalanan hidup yang kita lalui ibarat es yang mencair. Sungguh sangat singkat bila dibandingkan dengan keabadian yang akan kita hadapi sesudahnya. Maka sangatlah merugi apabila perjalanan hidup yang singkat ini justru berlalu dengan kesia-siaan belaka. Tanpa harga, tanpa makna, tanpa cita-cita. Hingga tiada bekal memadai untuk mengarungi kehidupan hakiki di akhirat nanti.

Lalu bekal apa yang mesti kita persiapkan di dunia untuk menuju kehidupan abadi tersebut? Allah telah mengingatkan kita semua dalam firman-Nya: Artinya: “Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal” (QS. Al-Baqarah: 197) Dan Allah Swt berfirman dalam surat Al-Hasyr: Artinya: “Hai orang-orang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat) dan bertakwalah kepada Allah sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-Hasyr: 18)

Bekal yang harus kita persiapkan tiada lain dan tiada bukan hanyalah takwa, karena takwa adalah sebaik-baik bekal dan persiapan. Sungguh naïf jika seorang tidak menyiapkan bekal apa-apa padahal dia sadar betapa panjang dan penuh rintangannya perjalanan yang akan dia hadapi di akhirat nanti. Sebagaimana firman Allah swt:”Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?” (QS Al-An’aam ayat 32)

Bulan Muharram Termasuk Bulan Haram

Lihatlah firman Allah Ta’ala berikut.
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ
”Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram (suci). Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (QS. At Taubah: 36)

Ibnu Rajab mengatakan, ”Allah Ta’ala menjelaskan bahwa sejak penciptaan langit dan bumi, penciptaan malam dan siang, keduanya akan berputar di orbitnya. Allah pun menciptakan matahari, bulan dan bintang lalu menjadikan matahari dan bulan berputar pada orbitnya. Dari situ muncullah cahaya matahari dan juga rembulan. Sejak itu, Allah menjadikan satu tahun menjadi dua belas bulan sesuai dengan munculnya hilal. Satu tahun dalam syariat Islam dihitung berdasarkan perputaran dan munculnya bulan, bukan dihitung berdasarkan perputaran matahari sebagaimana yang dilakukan oleh Ahli Kitab.

Lalu apa saja empat bulan suci tersebut? Dari Abu Bakroh, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
الزَّمَانُ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ، ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ
Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadil (akhir) dan Sya’ban.”[2]

Di Balik Bulan Haram
Lalu kenapa bulan-bulan tersebut disebut bulan haram? Al Qodhi Abu Ya’la rahimahullah mengatakan, ”Dinamakan bulan haram karena dua makna.

Pertama, pada bulan tersebut diharamkan berbagai pembunuhan. Orang-orang Jahiliyyah pun meyakini demikian.

Kedua, pada bulan tersebut larangan untuk melakukan perbuatan haram lebih ditekankan daripada bulan yang lainnya karena mulianya bulan tersebut. Demikian pula pada saat itu sangatlah baik untuk melakukan amalan ketaatan.

Karena pada saat itu adalah waktu sangat baik untuk melakukan amalan ketaatan, sampai-sampai para salaf sangat suka untuk melakukan puasa pada bulan haram. Sufyan Ats Tsauri mengatakan, ”Pada bulan-bulan haram, aku sangat senang berpuasa di dalamnya.”
Ibnu ’Abbas mengatakan, ”Allah mengkhususkan empat bulan tersebut sebagai bulan haram, dianggap sebagai bulan suci, melakukan maksiat pada bulan tersebut dosanya akan lebih besar, dan amalan sholeh yang dilakukan akan menuai pahala yang lebih banyak.”

Pertama: Puasa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ

Puasa yang paling afdhol setelah puasa Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah al-Muharram.[ HR.Muslim: 1982]

Hadits ini sangat jelas sekali bahwa puasa sunnah yang paling afdhol setelah Ramadhan adalah puasa pada bulan Muharram. Maksud puasa disini adalah puasa secara mutlak.  kan tetapi perlu diingat tidak boleh berpuasa pada seluruh hari bulan Muharram, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah berpuasa sebulan penuh kecuali pada Ramadhan saja.

Nabi dalam berpuasa ‘Asyura mengalami empat fase[3];

Fase pertama: Beliau berpuasa di Mekkah dan tidak memerintahkan manusia untuk berpuasa.

Aisyah menuturkan: “Dahulu orang Quraisy berpuasa A’syuro pada masa jahiliyyah. Dan Nabi-pun berpuasa ‘Asyura pada masa jahiliyyah. Tatkala beliau hijrah ke Madinah, beliau tetap puasa ‘Asyura dan memerintahkan manusia juga untuk berpuasa. Ketika puasa Ramadhon telah diwajibkan, beliau berkata: “Bagi yang hendak puasa silakan, bagi yang tidak puasa, juga tidak mengapa”.[4]

Fase kedua: Tatkala beliau datang di Madinah dan mengetahui bahwa orang Yahudi puasa ‘Asyura, beliau juga berpuasa dan memerintahkan manusia agar puasa. Sebagaimana keterangan Ibnu Abbas di muka. Bahkan Rasulullah menguatkan perintahnya dan sangat menganjurkan sekali, sampai-sampai para sahabat melatih anak-anak mereka untuk puasa ‘Asyura.

Fase ketiga: Setelah diturunkannya kewajiban puasa Ramadhon, beliau tidak lagi memerintahkan para sahabatnya untuk berpuasa A’syuro, dan juga tidak melarang, dan membiarkan perkaranya menjadi sunnah[5] sebagaimana hadits Aisyah yang telah lalu.

Fase keempat: Pada akhir hayatnya, Nabi bertekad untuk tidak hanya puasa pada hari A’syuro saja, namun juga menyertakan hari tanggal 9 A’syuro agar berbeda dengan puasanya orang Yahudi.

Kedua: Memperbanyak amalan shalih
Sebagaimana perbuatan dosa pada bulan ini akan dibalas dengan dosa yang besar maka begitu pula perbuatan baik. Bagi yang beramal shalih pada bulan ini ia akan menuai pahala yang besar sebagai kasih sayang dan kemurahan Allah kepada para hambanya.

Ini adalah keutamaan yang besar, kebaikan yang banyak, tidak bisa dikiaskan. Sesungguhnya Allah adalah pemberi nikmat, pemberi keutamaan sesuai kehendaknya dan kepada siapa saja yang dikehendaki. Tidak ada yang dapat menentang hukumnya dan tidak ada yang yang dapat menolak keutamaanNya.

Ketiga: Tidak melakukan amal yang tidak disyariatkan

1.    Do’a awal dan akhir tahun: TAHUN HIJRIYAH BARU MULAI ZAMAN UMAR BIN KHATTAB, 4 tahun lebih setelah Rasulullah wafat
Abu Musa Al-Asy-‘Ari radhiyahullahu’anhu; sebagai gubernur Basrah kala itu, mengeluhkan surat-surat tersebut kepada Sang Khalifah melalui suratnya: “Telah sampai kepada kami surat-surat dari Amirul Mukminin, namun kami tidak tau apa yang harus kami perbuat terhadap surat-surat itu. Kami telah membaca salah satu surat yang dikirim di bulan Sya’ban. Kami tidak tahu apakah Sya’ban tahun ini ataukah tahun kemarin.” Karena kejadian inilah kemudian Umar bin Khatab mengajak para sahabat untuk bermusyawarah.

2.    Amalan kedua: Puasa awal dan akhir tahun
Sebagian orang ada yang mengkhsuskan puasa dalam di akhir bulan Dzulhijah dan awal tahun Hijriyah. Inilah puasa yang dikenal dengan puasa awal dan akhir tahun. Dalil yang digunakan :
 “Barang siapa yang berpuasa sehari pada akhir dari bulan Dzuhijjah dan puasa sehari pada awal dari bulan Muharrom, maka ia sungguh-sungguh telah menutup tahun yang lalu dengan puasa dan membuka tahun yang akan datang dengan puasa. Dan Allah ta’ala menjadikan kaffarot/tertutup dosanya selama 50 tahun.” PALSU

3.    Perayaan hari Asyura
a.    bagi berkah, sesajen atau
b.    ritual mengiringi kepala Husen yang terbunuh di Karbala.
Al Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata,
“Setiap muslim seharusnya bersedih atas terbunuhnya Husain radhiyallahu ‘anhu karena ia adalah sayyid-nya (penghulunya) kaum muslimin, ulamanya para sahabat dan anak dari putri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu Fathimah yang merupakan puteri terbaik beliau. Husain adalah seorang ahli ibadah, pemberani dan orang yang murah hati. Akan tetapi kesedihan yang ada janganlah dipertontokan seperti yang dilakukan oleh Syi’ah dengan tidak sabar dan bersedih yang semata-mata dibuat-buat dan dengan tujuan riya’ (cari pujian, tidak ikhlas). Padahal ‘Ali bin Abi Tholib lebih utama dari Husain. ‘Ali pun mati terbunuh, namun ia tidak diperlakukan dengan dibuatkan ma’tam (hari duka) sebagaimana hari kematian Husain. ‘Ali terbenuh pada hari Jum’at ketika akan pergi shalat Shubuh pada hari ke-17 Ramadhan tahun 40 H

c.    Menyiksa diri seperti orang Syiah
Dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَطَمَ الْخُدُودَ وَشَقَّ الْجُيُوبَ وَدَعَا بِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّة
“Tidak termasuk golongan kami siapa saja yang menampar pipi (wajah), merobek saku, dan melakukan amalan Jahiliyah.” (HR. Bukhari no. 1294 dan Muslim no. 103)

BERDUKA dalam Islam: ucap istirja’
Dalam hadits, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyampaikan kalimat istirjâ’:

مَا مِنْ مُسْلِمٍ تُصِيبُهُ مُصِيبَةٌ فَيَقُولُ مَا أَمَرَهُ اللَّهُ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ اللَّهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي وَأَخْلِفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا إِلَّا أَخْلَفَ اللَّهُ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا


“Tidaklah seorang muslim ditimpa musibah, maka ia ucapkan ‘innâ lillâh wa innâ ilaihi raji’ûn’, (dan berdoa) ya Allah beri aku pahala atas musibah yang menimpaku, gantilah untukku dengan sesuatu yang lebih baik darinya, melainkan Allah akan memberinya pahala untuknya atas musibah itu dan mengganti dengan sesuatu yang lebih baik dari yang ia alami” [HR. Muslim 2/632 no (918]

Minggu, 17 September 2017

Silabus Hadis I IAT 2017/2018

Description: Untitled-1.jpgSEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
                          GAJAH PUTIH TAKENGON ACEH TENGAH, ACEH
TAHUN AKADEMIK 2017/2018
 


SILABUS DAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP)

Dosen Pengampu        : Dwi Sukmanila Sayska, M.I.S.
Mata Kuliah                : Hadis I
Jurusan/ Prodi             : Ushuluddin dan Dakwah/ IAT
Semester/Unit             : III (Tiga)
Bobot SKS                    : 2 SKS
Alokasi Waktu             : 16 x Tatap Muka

1.      Deskripsi Mata Kuliah


            Mata kuliah Hadis I membahas hadis-hadis yang berkaitan dengan akidah, keimanan, konsep amar ma’ruf nahi munkar, hak-hak sesama muslim dan penghormatan pada keluarga Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam dan para ulama. Topik pembahasan dalam mata kuliah ini mengacu pada bab-bab awal hingga pertengahan dari kitab Riyadhushshalihin karangan Imam An-Nawawi, yang memuat gabungan hadis-hadis maqbul (berstatus shahih dan hasan) sesuai tema tertentu dengan menampilkan ayat-ayat Al-Quran yang berkaitan dengan tema hadis. Hadis-hadis di dalam kitab ini beliau rujuk dari kitab Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Daud, Sunan At-Tirmizi, Sunan an-Nasa’i, Sunan Ibnu Majah, Musnad Ahmad bin Hanbal dan kitab hadis mu’tabar lainnya. Selanjutnya, dalam mata kuliah ini mahasiswa dibimbing untuk mengacu pada kitab-kitab syarah hadis untuk mendapatkan penjelasan yang komprehensif tentang pemahaman hadis-hadis dalam satu tema.

2.     Kompetensi Mata Kuliah
Setelah mengikuti mata ajaran ini mahasiswa diharapkan dapat meningkatkan kemampuan kognitifnya berupa:
1.      Pemahaman komprehensif mengenai hadis-hadis yang terkait dengan akidah dan keimanan
2.      Mengetahui dan memahami konsep Amar Ma’ruf Nahi Munkar melalui hadis
3.      Mengenal dan memahami hak-hak sesama muslim, hak suami – istri, hak orang tua dan tetangga
4.      Mengetahui dan memahami kewajiban memuliakan keluarga Rasulullah shalallahu alaihi wasallam dan menghormati ulama
5.      Mengenal tokoh-tokoh shahabat Rasulullah yang meriwayatkan hadis yang dibahas

3.    Pendekatan Pembelajaran
·    Pendekatan yang digunakan dalam pelaksanaan perkuliahan yaitu:
1) pendekatan ekspositori,
2) pendekatan inkuiri dan              
3) pendekatan active learning.
·    Metode :  ceramah, tanya jawab dan diskusi
·    Tugas dalam perkuliahan ini terdiri: 
a.      Presentasi I
Tugas kelompok sebelum ujian tengah semester, berupa mempresentasikan ringkasan materi yang ditentukan. Penjelasan materi harus merujuk pada kitab syarah hadis.

b.      Pembuatan malakah dan presentrasi II
Tugas kelompok berupa pembuatan makalah yang dikerjakan oleh masing-masing kelompok dan dikumpulkan ketika ujian mid semester. Makalah harus disertai bahan rujukan dari berbagai sumber yang dapat dipertanggungjawabkan dan merupakan hasil karya orisinal dari tim tersebut. Makalah dipresentasikan setelah ujian tengah semester dengan menggunakan metode active learning sehingga mampu meningkatkan antusias peserta dalam proses pembelajaran. Perbaikan makalah harus diserahkan menjelang ujian akhir semester.



4.    Kriteria Evaluasi
No.
Jenis Tagihan
Bobot (%)
1
Kedisiplinan
5%
2
Tugas kelompok (Makalah dan presentasi)
20%
3
Ujian Tengah Semester
25%
4
Quiz
10%
5
Ujian Akhir Semester
35%
Jumlah (Nilai Akhir)
100%

5.    Rincian Materi Pembelajaran
No
Topik Inti
1
Perkenalan, kontrak perkuliahan, pengenalan singkat mata kuliah
2
Bab Niat Ikhlas
3
Bab Sabar
4
Bab Muraqabah: Merasa diawasi Allah
5
Bab Tawakal dan Yakin
6
Mujahadah: Sungguh-sungguh
7
Amar Ma’ruf Nahi Munkar
8
Mid Semester: Hafalan Hadis
9
Mid Semester: Ujian Tulis
10
Haramnya Kezhaliman
11
Wasiat Berbuat Baik Pada Wanita dan Kewajiban Nafkah kepada Istri
12
Hak Suami atas Istri dan Hak tetangga
13
Berbuat Baik Pada Orang Tua
14
Memuliakan keluarga Rasulullah dan Menghormati Ulama
15
Tawadhu
16
Ujian Akhir Semester: Lisan – tulisan